-ncha-

an ordinary person

"lisa blog"

"lisa blog"
ncha_anggraini

Minggu, 18 April 2010

Pasar Tradisional di antara Pasar Modern

Pasar Tradisional di antara Pasar Modern

Keberadaan jumlah supermarket atau hypermarket dua dekade lampau jumlahnya tidaklah sebanyak yang ada saat ini. Bisa kita ambil contoh di Tangerang saja seingat saya keberadaan pasar modern waktu itu masih sangat jarang sekali di temui. Kalau pun ada paling satu dua, itupun hanya di dekat perumahan elit kota tersebut. Coba Anda bandingkan dengan sekarang. Bagi Anda yang tinggal di perkotaan, tak jauh dari pemukiman kita pasti ada minimarket. Jumlahnya juga mungkin lebih dari satu. Jika akan berbelanja dalam skala besar, sebagian orang kini lebih cenderung mendatangi hypermarket ataupun pusat grosir. Selain tempatnya lebih nyaman, harganya bersaing, jenis barangnya pun sangat beragam.

Kehadiran pasar modern yang memberikan banyak kenyamanan membuat sebagian orang enggan untuk berbelanja ke pasar tradisional. Berbagai alasan mungkin akan dilontarkan orang jika ditanya:” Mengapa tidak memilih pasar tradisional?.” Dari mulai kondisi pasar yang becek dan bau, malas tawar menawar, faktor keamanan (pencurian,copet dsb), resiko pengurangan timbangan pada barang yang dibeli, penuh sesak, dan banyak alasan lainnya. Padahal pasar tradisional juga masih memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pasar modern. Diantaranya adalah masih adanya kontak sosial saat tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Sehingga harganya bisa lebih murah di bandingkan dengan harga yang ada di pasar modern yang memaksa konsumen untuk mematuhi harga yang sudah dipatok.

Bagaimanapun juga pasar tradisional lebih menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Di sana, masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya, demi menghidupi keluarga mereka dari mulai para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak.

Sudah banyak kios di pasar tradisional yang harus tutup karena sulit bersaing dengan pasar modern. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia (APPSI) pada tahun 2005 seperti dikutip website Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus tutup usaha setiap tahunnya. Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah seiring kehadiran pasar modern yang kian marak. Sehingga banyak pedagang kecil harus kehilangan mata pencahariannya karena kebanyakan orang lebih memilih berbelanja di pasar modern. Kondisi semacam ini tentu sungguh memprihatinkan. Semoga saja pengalaman kota Bangkok, Thailand yang awalnya memiliki puluhan pasar tradisional, namun kini hanya tersisa dua pasar karena terdesak oleh kehadiran puluhan hypermarket tidak terjadi di Indonesia.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan keberadaaan pasar modern. Sudah menjadi sifat konsumen dimana akan lebih senang memilih tempat yang lebih nyaman, lebih aman, barang yamg tersedia lebih lengkap dan harga lebih murah, di mana hal tersebut bisa diakomodasi pasar modern.

Solusi dari permasalahn ini sebenarnya ada di tangan pemerintah. Harus ada aturan tata ruang yang tegas yang mengatur penempatan pasar tradisional dan pasar modern. Misalnya tentang berapa jumlah hypermarket yang boleh ada untuk setiap wilayah di satu kota. Lalu berapa jarak yang diperbolehkan dari pasar tradisional jika pengusaha ingin membangun supermarket. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi ancaman kebangkrutan pada pasar tradisional akibat kepungan pasar modern yang tidak terkendali, dan memberikan wahana persaingan yang sehat antara keduanya.Sehingga tidak ada yang merasa di rugikan.

Hal lain yang mungkin perlu dilakukan adalah merubah “wajah” pasar tradisional agar bisa lebih nyaman dan teratur. Sayangnya pembenahan pasar rakyat ini tampaknya sering lebih sering mengedepankan kepentingan investor ketimbang kepentingan para pedagangnya sendiri. Harga kios yang tinggi tanpa kompromi kerap membuat para pedagang kecil merasa dirugikan. Keadaan ini tidak jarang akhirnya menimbulkan perselisihan antara pedagang lama dengan investor yang ditunjuk pemerintah untuk merevitalisasi pasar tradisional. Padahal keberadaan pasar modern itu bukan parameter meningkatnya kesejahteraan masyarakat kita

Semoga saja pasar tradisional masih bisa bertahan di tengah kepungan pasar modern. Apakah nantinya di antara Anda masih ada yang menyempatkan berbelanja ke pasar tradisional dalam setiap pekan atau bulannya ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar